Archive for April, 2014

Power Supply (Catu Daya)

Posted: April 15, 2014 in Uncategorized
  1. PRINSIP KERJA CATU DAYA LINEAR

Perangkat elektronika mestinya dicatu oleh suplai arus searah DC (direct current) yang stabil agar dapat bekerja dengan baik. Baterai atau accu adalah sumber catu daya DC yang paling baik. Namun untuk aplikasi yang membutuhkan catu daya lebih besar, sumber dari baterai tidak cukup. Sumber catu daya yang besar adalah sumber bolak-balik AC (alternating current) dari pembangkit tenaga listrik. Untuk itu diperlukan suatu perangkat catu daya yang dapat mengubah arus AC menjadi DC. Pada tulisan kali ini disajikan prinsip rangkaian catu daya (power supply) linier mulai dari rangkaian penyearah yang paling sederhana sampai pada catu daya yang ter-regulasi.

  1. PENYEARAH (RECTIFIER)

Prinsip penyearah (rectifier) yang paling sederhana ditunjukkan pada gambar-1 berikut ini. Transformator (T1) diperlukan untuk menurunkan tegangan AC dari jala-jala listrik pada kumparan primernya menjadi tegangan AC yang lebih kecil pada kumparan sekundernya.

Pada rangkaian ini, dioda (D1) berperan hanya untuk merubah dari arus AC menjadi DC dan meneruskan tegangan positif ke beban R1. Ini yang disebut dengan penyearah setengah gelombang (half wave). Untuk mendapatkan penyearah gelombang penuh (full wave) diperlukan transformator dengan center tap (CT) seperti pada gambar-2.

Tegangan positif phasa yang pertama diteruskan oleh D1 sedangkan phasa yang berikutnya dilewatkan melalui D2 ke beban R1 dengan CT transformator sebagai common ground.. Dengan demikian beban R1 mendapat suplai tegangan gelombang penuh seperti gambar di atas. Untuk beberapa aplikasi seperti misalnya untuk men-catu motor dc yang kecil atau lampu pijar dc, bentuk tegangan seperti ini sudah cukup memadai. Walaupun terlihat di sini tegangan ripple dari kedua rangkaian di atas masih sangat besar.

Gambar 3 adalah rangkaian penyearah setengah gelombang dengan filter kapasitor C yang paralel terhadap beban R. Ternyata dengan filter ini bentuk gelombang tegangan keluarnya bisa menjadi rata. Gambar-4 menunjukkan bentuk keluaran tegangan DC dari rangkaian penyearah setengah gelombang dengan filter kapasitor. Garis b-c kira-kira adalah garis lurus dengan kemiringan tertentu, dimana pada keadaan ini arus untuk beban R1 dicatu oleh tegangan kapasitor. Sebenarnya garis b-c bukanlah garis lurus tetapi eksponensial sesuai dengan sifat pengosongan kapasitor.

Kemiringan kurva b-c tergantung dari besar arus (I) yang mengalir ke beban R. Jika arus I = 0 (tidak ada beban) maka kurva b-c akan membentuk garis horizontal. Namun jika beban arus semakin besar, kemiringan kurva b-c akan semakin tajam. Tegangan yang keluar akan berbentuk gigi gergaji dengan tegangan ripple yang besarnya adalah :

Vr = V-VL

dan tegangan dc ke beban adalah Vdc = VM + Vr/2

Rangkaian penyearah yang baik adalah rangkaian yang memiliki tegangan ripple (Vr) paling kecil. VL adalah tegangan discharge atau pengosongan kapasitor C, sehingga dapat ditulis :

VL = VM e -T/RC 

Jika persamaan (3) disubsitusi ke rumus (1), maka diperole

Vr = VM (1 – e -T/RC)

Jika T << RC, dapat ditulis : e -T/RC  1 – T/RC

sehingga jika ini disubsitusi ke rumus (4) dapat diperoleh persamaan yang lebih sederhana :

Vr = VM(T/RC)

VM/R tidak lain adalah beban I, sehingga dengan ini terlihat hubungan antara beban arus I dan nilai kapasitor C terhadap tegangan ripple Vr. Perhitungan ini efektif untuk mendapatkan nilai tegangan ripple yang diinginkan.

Vr = I T/C

Rumus ini mengatakan, jika arus beban I semakin besar, maka tegangan ripple akan semakin besar. Sebaliknya jika kapasitansi C semakin besar, tegangan ripple akan semakin kecil. Untuk penyederhanaan biasanya dianggap T=Tp, yaitu periode satu gelombang sinus dari jala-jala listrik yang frekuensinya 50Hz atau 60Hz. Jika frekuensi jala-jala listrik 50Hz, maka T = Tp = 1/f = 1/50 = 0.02 det. Ini berlaku untuk penyearah setengah gelombang. Untuk penyearah gelombang penuh, tentu saja frekuensi gelombangnya dua kali lipat, sehingga T = 1/2 Tp = 0.01 det.

Penyearah gelombang penuh dengan filter C dapat dibuat dengan menambahkan kapasitor pada rangkaian gambar 2. Bisa juga dengan menggunakan transformator yang tanpa CT, tetapi dengan merangkai 4 dioda seperti pada gambar-5 berikut ini.

Sebagai contoh, anda mendisain rangkaian penyearah gelombang penuh dari catu jala-jala listrik 220V/50Hz untuk mensuplai beban sebesar 0.5 A. Berapa nilai kapasitor yang diperlukan sehingga rangkaian ini memiliki tegangan ripple yang tidak lebih dari 0.75 Vpp. Jika rumus (7) dibolak-balik maka diperoleh.

C = I.T/Vr = (0.5) (0.01)/0.75 = 6600 uF

Untuk kapasitor yang sebesar ini banyak tersedia tipe elco yang memiliki polaritas dan tegangan kerja maksimum tertentu. Tegangan kerja kapasitor yang digunakan harus lebih besar dari tegangan keluaran catu daya. Anda barangkali sekarang paham mengapa rangkaian audio yang anda buat mendengung, coba periksa kembali rangkaian penyearah catu daya yang anda buat, apakah tegangan ripple ini cukup mengganggu. Jika dipasaran tidak tersedia kapasitor yang demikian besar, tentu bisa dengan memparalel dua atau tiga buah kapasitor.

3. VOLTAGE REGULATOR

Rangkaian penyearah sudah cukup bagus jika tegangan ripple-nya kecil, namun ada masalah stabilitas. Jika tegangan PLN naik/turun, maka tegangan outputnya juga akan naik/turun. Seperti rangkaian penyearah di atas, jika arus semakin besar ternyata tegangan dc keluarnya juga ikut turun. Untuk beberapa aplikasi perubahan tegangan ini cukup mengganggu, sehingga diperlukan komponen aktif yang dapat meregulasi tegangan keluaran ini menjadi stabil.

Regulator Voltage berfungsi sebagai filter tegangan agar sesuai dengan keinginan. Oleh karena itu biasanya dalam rangkaian power supply maka IC Regulator tegangan ini selalu dipakai untuk stabilnya outputan tegangan.

Berikut susunan kaki IC regulator tersebut.

Misalnya 7805 adalah regulator untuk mendapat tegangan +5 volt, 7812 regulator tegangan +12 volt dan seterusnya. Sedangkan seri 79XX misalnya adalah 7905 dan 7912 yang berturut-turut adalah regulator tegangan -5 dan -12 volt.

Selain dari regulator tegangan tetap ada juga IC regulator yang tegangannya dapat diatur. Prinsipnya sama dengan regulator OP-amp yang dikemas dalam satu IC misalnya LM317 untuk regulator variable positif dan LM337 untuk regulator variable negatif. Bedanya resistor R1 dan R2 ada di luar IC, sehingga tegangan keluaran dapat diatur melalui resistor eksternal tersebut.

Rangkaian regulator yang paling sederhana ditunjukkan pada gambar 6. Pada rangkaian ini, zener bekerja pada daerah breakdown, sehingga menghasilkan tegangan output yang sama dengan tegangan zener atau Vout = Vz. Namun rangkaian ini hanya bermanfaat jika arus beban tidak lebih dari 50mA.

Prinsip rangkaian catu daya yang seperti ini disebut shunt regulator, salah satu ciri khasnya adalah komponen regulator yang paralel dengan beban. Ciri lain dari shunt regulator adalah, rentan terhadap short-circuit. Perhatikan jika Vout terhubung singkat (short-circuit) maka arusnya tetap I = Vin/R1. Disamping regulator shunt, ada juga yang disebut dengan regulator seri. Prinsip utama regulator seri seperti rangkaian pada gambar 7 berikut ini. Pada rangkaian ini tegangan keluarannya adalah:

Vout = VZ + VBE

VBE adalah tegangan base-emitor dari transistor Q1 yang besarnya antara 0.2 – 0.7 volt tergantung dari jenis transistor yang digunakan. Dengan mengabaikan arus IByang mengalir pada base transistor, dapat dihitung besar tahanan R2 yang diperlukan adalah :

R2 = (Vin – Vz)/Iz

Iz adalah arus minimum yang diperlukan oleh dioda zener untuk mencapai teganganbreakdown zener tersebut. Besar arus ini dapat diketahui dari datasheet yang besarnya lebih kurang 20 mA.

Jika diperlukan catu arus yang lebih besar, tentu perhitungan arus base IB pada rangkaian di atas tidak bisa diabaikan lagi. Dimana seperti yang diketahui, besar arus IC akan berbanding lurus terhadap arus IB atau dirumuskan dengan IC = bIB. Untuk keperluan itu, transistor Q1 yang dipakai bisa diganti dengan transistorDarlington yang biasanya memiliki nilai b yang cukup besar. Dengan transistorDarlington, arus base yang kecil bisa menghasilkan arus IC yang lebih besar.

Teknik regulasi yang lebih baik lagi adalah dengan menggunakan Op-Amp untuk men-drive transistor Q, seperti pada rangkaian gambar 8. Dioda zener disini tidak langsung memberi umpan ke transistor Q, melainkan sebagai tegangan referensi bagi Op-Amp IC1. Umpan balik pada pin negatif Op-amp adalah cuplikan dari tegangan keluar regulator, yaitu :

Vin(-) = (R2/(R1+R2)) Vout

Jika tegangan keluar Vout menaik, maka tegangan Vin(-) juga akan menaik sampai tegangan ini sama dengan tegangan referensi Vz. Demikian sebaliknya jika tegangan keluar Vout menurun, misalnya karena suplai arus ke beban meningkat, Op-amp akan menjaga kestabilan di titik referensi Vz dengan memberi arus IB ke transistor Q1. Sehingga pada setiap saat Op-amp menjaga kestabilan :

Vin(-) = Vz

Dengan mengabaikan tegangan VBE transistor Q1 dan mensubsitusi rumus (11) ke dalam rumus (10) maka diperoleh hubungan matematis :

Vout = ( (R1+R2)/R2) Vz

Pada rangkaian ini tegangan output dapat diatur dengan mengatur besar R1 dan R2.

Sekarang mestinya tidak perlu susah payah lagi mencari op-amp, transistor dan komponen lainnya untuk merealisasikan rangkaian regulator seperti di atas. Karena rangkaian semacam ini sudah dikemas menjadi satu IC regulator tegangan tetap. Saat ini sudah banyak dikenal komponen seri 78XX sebagai regulator tegangan tetap positif dan seri 79XX yang merupakan regulator untuk tegangan tetap negatif. Bahkan komponen ini biasanya sudah dilengkapi dengan pembatas arus (current limiter) dan juga pembatas suhu (thermal shutdown). Komponen ini hanya tiga pin dan dengan menambah beberapa komponen saja sudah dapat menjadi rangkaian catu daya yang ter-regulasi dengan baik.

Hanya saja perlu diketahui supaya rangkaian regulator dengan IC tersebut bisa bekerja, tegangan input harus lebih besar dari tegangan output regulatornya. Biasanya perbedaan tegangan Vin terhadap Vout yang direkomendasikan ada di dalam datasheet komponen tersebut. Pemakaian heatshink (aluminium pendingin) dianjurkan jika komponen ini dipakai untuk men-catu arus yang besar. Di dalam datasheet, komponen seperti ini maksimum bisa dilewati arus mencapai 1 A.

sumber: http://cnt121.wordpress.com/2007/11/13/power-supply-catu-daya/

Berikut ini perbedaan osiloskop analog dgn oscilloskop digital secara pemakaian
Oscilloscope Analog
Oscilloskop Analog hanya berupa sinar yg dihasilkan oleh tabung CRT (cathoda Ray Tube) sehingga tampil dilayar Oscilloscope. (What you see is What you get)

bentuk2 gelombang sinar yg ditembakkan itu tergantung dari object yg sdg diukur.

Vertikal : tegangan dari obyek
Horisontal : frekuensi dari obyek.

jadi hanya berupa garis2 gelombang yang bisa berbentuk sinus, tegangan searah, gelombang gigi gergaji, dll.

Oscilloscope Digital

Sedangkan Oscilloscope Digital umumnya tidak lagi menggunakan Tabung CRT, melainkan diukur oleh microprocessor didalamnya lalu hasil outputnya ditampilkan ke layar LCD, dipermanis tampilannya, pake warna segala gelombangnya jika LCD Oscilloscope tersebut berwarna. Setelah data2 pengukuran didapat dari tester probe diolah oleh microprocessor dlm Oscilloscope tsb (ibarat IC OMAP kalo di BB5 ), baru ditampilkan dilayar LCD, sehingga tampilannya sangat menarik sekali utk dilihat. ada pula keterangan yang menyebutkan detail dari gelombang tersebut. Misalnya besaran frekuensi (Hz), Besaran tegangan Vpp tsb (Volt), Horizontal (Time/Div) yg digunakan, Vertikal (Volt/Div) yg sdg digunakan. Karena semua otomatis tanpa perlu mengatur Time/Div atau Volt/div, gelombang akan tetap muncul di layar, beserta detail spt diatas tersebut. Jadi itu dia bedanya, sekarang mau pilih yang mana?ayo ayo ayo..pake donk yang digital tapi saya ga jual osciloscope lho..cari aja di toko online lain . ilmu diatas hanya share saja.

 

Bipolar junction transistor (BJT) atau yang biasa dikenal dengan transistor bipolar merupakan komponen elektronika yang terdiri dari tiga lapis bahan semikonduktor, baik untuk yang bertipe PNP ataupun NPN. Pada setiap lapisan yang membentuk transistor tersebut memiliki nama-nama tersendiri (kolektor, basis, dan emitor). Dan pada tiap lapisan tersebut terdapat kontak kawat untuk koneksi ke rangkaian. Simbol skematik transistor tipe PNP dan NPN ditunjukan pada gambar dibawah ini (gambar a untuk PNP dan gambar c untuk NPN).

Transistor bipolar: (a) simbol skematik PNP, (b) phisik PNP, (c) simbol skematik NPN, (d) fisik NPN 


Perbedaan fungsi antara transistor PNP dan transistor NPN terdapat pada mode bias (polaritas) dari persimpangan ketika transistor beroperasi. Untuk setiap keadaan operasi tertentu, arah arus dan polaritas tegangan untuk setiap jenis transistor yang persis akan berlawanan satu sama lain.Transistor bipolar bekerja sebagai regulator arus yang dikontrol oleh arus. Dengan kata lain, transistor membatasi jumlah arus yang mengalir. Pada transistor bipolar arus utama yang dikendalikan mengalir dari kolektor ke emitor atau dari emitor ke kolektor tergantung dari masing-masing jenis transistor tersebut (PNP atau NPN). Arus kecil yang mengontrol arus utama mengalir dari basis ke emitor atau dari emitor ke basis, sekali lagi tergantung dari jenis masing-masing transistor tersebut (PNP atau NPN). Menurut standar simbologi semikonduktor, arah panah selalu menunjukkan arah yang berlawanan dengan arah aliran elektron. Perhatikan gambar dibawah ini.

Aliran elektron arus basis(arus pengendali) ditunjukkan panah kecil, dan aliran arus kolektor(arus yang dikendalikan) ditunjukkan pada panah yang tebal


Transistor bipolar disebut bipolar karena aliran utama elektron yang mengalir melewati transistor berlangsung dalam dua tipe bahan semikonduktor, yaitu P dan N, sebagai arus utama yang mengalir dari emitor ke kolektor (atau sebaliknya). Dengan kata lain ada dua jenis polaritas pembawa muatan arus listrik, yaitu pembawa muatan elektron dan pembawa muatan positif atau lubang (hole).Seperti yang anda lihat, arus yang mengontrol dan arus yang dikontrol akan selalu melewati kawat emitor dan aliran elektron mereka selalu mengalir melawan arah panah transistor. Semua arus harus mengalir dalam arah yang tepat sehingga device dapat bekerja sebagai pengatur atau regulator arus. Pada transistor bipolar, arus kecil pengendali itu biasanya disebut arus basis, karena arus tersebut adalah satu-satunya arus yang masuk atau mengalir melewati basis transistor. Sebaliknya, arus utama atau arus yang dikontrol atau dikendalikan itu disebut sebagai arus kolektor, karena arus utama merupakan satu-satunya arus yang melewati kawat kolektor dari transistor. Sedangkan arus emitor adalah jumlah arus basis dan arus kolektor, sesuai dengan hukum arus kirchhoff (Kirchhoff’s Current Law).
Jika tidak ada arus pada basis transistor, maka transistor akan seperti saklar terbuka yang akan mencegah arus utama mengalir melalui kolektor. Jadi, arus pada basis inilah yang juga akan mengubah transistor menjadi seperti saklar tertutup dan memungkinkan jumlah arus yang proporsional melalui kolektor.

 

sumber : http://trikueni-desain-sistem.blogspot.com/2013/11/Pengenalan-Transistor-Bipolar.html

Setelah pada artikel sebelumnya kita membahas pengenalan transistor, maka pada artikel kali ini kita akan membahas bagaimana transistor bila difungsikan sebagai saklar. Pada trasnsistor bipolar, arus kolektor secara proporsional dibatasi oleh arus basis. Sehingga hal ini membuat transistor bisa digunakan sebagai jenis saklar pengontrol arus. Sebuah aliran elektron yang relatif kecil yang mengalir melalui basis mampu mengontrol aliran elektron yang jauh lebih besar yang mengalir melalui kolektor. Misalnya saja kita memiliki lampu yang bisa dikontrol ON dan OFF menggunakan saklar, maka gambar rangkaian lampu yang sederhana tersebut akan seperti gambar dibawah ini (gambar a).Pada rangkaian lampu sederhana tersebut kita bisa menempatkan transistor ditempat saklar untuk menunjukkan bagaimana transistor bekerja sebagai pengontrol aliran elektron atau arus seperti halnya fungsi saklar. Ingat, bahwa arus yang dikontrol atau arus utama tersebut mengalir dari kolektor ke emitor atau sebaliknya dari emitor ke kolektor (tergantung jenis transistor PNP atau NPN). Karena kolektor dan emitor merupakan kaki transistor yang dilalui arus utama, maka kaki kolektor dan emitor harus diposisikan seperti 2 terminal saklar. Kita juga harus memperhatikan bahwa aliran elektron berlawanan dengan simbol panah yang ada pada kaki emitor, hal ini bertujuan agar transistor bekerja pada bias yang benar. Coba perhatikan gambar b dan c dibawah ini (perbedaan antara rangkaian transistor PNP dan NPN jika digunakan sebagai saklar).

(a) saklar mekanikal, (b) transistor NPN sebagai saklar, (c) transistor PNP sebagai saklar

Tidak ada masalah dalam pemilihan jenis transistor, baik PNP atau NPN dapat digunakan, yang terpenting adalah arah aliran arus harus tepat agar transistor bekerja dalam bias yang benar.Dalam hal ini, kita menggunakan transistor NPN sebagai rangkaian contoh kita. Arus basis merupakan arus yang mengontrol transistor, tanpa adanya arus basis atau arus basis sama dengan nol, maka transistor tidak akan ON dan lampu juga tidak akan ON (lampu Off / mati terus). Oleh karena itu kita perlu menambahkan sesuatu untuk memiliki arus basis. Ingat pada transistor NPN, arus basis merupakan arus yang mengalir dari emitor ke basis (arah aliran arus berlawanan dengan arah simbol panah pada emitor). Dan hal yang mungkin paling sederhana untuk dilakukan adalah menghubungkan kabel antara basis dengan kolektor dengan menggunakan saklar, seperti gambar dibawah ini.

Transistor : (a) cutoff, lampu off, (b) jenuh(saturation), lampu on

Jika saklar terbuka seperti pada gambar (a) diatas, itu berarti kawat basis tidak terhubung dengan apapun dan tidak ada arus atau elektron yang mengalir pada basis transistor tersebut atau arus basis sama dengan nol. Dalam keadaan ini transistor dikatakan menjadi cutoff (menghambat atau mematikan aliran arus). Dan jika saklar tertutup seperti pada gambar (b) diatas, elektron akan dapat mengalir dari emitor ke basis transistor, lalu melalui saklar dan sisi kiri lampu, dan kembali ke baterai pada sisi positifnya. Arus basis ini memungkinkan untuk mengalirkan elektron yang jauh lebih besar dari emitor ke kolektor (mengalirkan arus utama). Sehingga lampu akan menyala dengan terang. Dalam keadaan arus sirkit maksimum seperti ini, transistor dikatakan menjenuh.Tentu saja rangkaian atau sirkuit transistor diatas nampak sia-sia, untuk apa kita menggunakan transistor bila kita masih menggunakan saklar pada sirkuit tersebut? Mengapa tidak kembali pada sirkuit yang sebelumnya saja, dimana kita tidak menggunakan transistor tapi menggunakan saklar secara langsung untuk mengontrol On-Off lampu?Memang fungsi transistor pada sirkuit diatas hanya sebuah contoh, namun pada sirkuit itu dapat menjelaskan bahwa untuk menghidupkan transistor atau untuk melewatkan arus utama yang besar hanya diperlukan arus basis yang kecil. Hal ini mungkin menjadi keuntungan penting bila saklar yang digunakan memiliki rating arus yang kecil. Kita misalkan saja rating arus saklar pada sirkuit diatas itu kecil. Jadi sebuah saklar kecil dapat digunakan mengontrol arus beban yang relatif tinggi dengan menggunakan rangkaian sikuit transistor sebagai saklar (seperti gambar diatas). Dan yang lebih penting, perilaku pengendali transistor tersebut memungkinkan kita untuk menggunakannya dengan tujuan yang sama,namun dengan device pengontrol arus basis transistor yang berbeda. Perhatikan gambar dibawah ini, dimana sepasang sel surya menyediakan tegangan 1V yang dapat mengatasi tegangan pengendali transistor 0,7 VBEsehingga mampu untuk memberikan arus basis dan menghidupkan transistor, yang berarti juga bisa mengontrol lampu.

Sel surya berfungsi sebagai sensor cahaya


Atau kita juga bisa menggunakan termokopel dengan jumlah yang banyak dan dihubungkan secara seri, sehingga dapat memberikan arus basis untuk mengaktifkan transistor. Lihat gambar dibawah ini.

Dengan menggunakan sensor panas (termokopel)


Sebuah termokopel tunggal dapat menyediakan 10s mV, dengan jumlah banyak dalam seri akan bisa menghasilkan  tegangan lebih dari 0,7 V (teggangan pengendali transistor VBE ). Sehingga dapat memberikan arus basis, dan arus utama atau arus kolektor dapat mengalir ke lampu.Bahkan mikrofon dengan tegangan dan arus yang cukup dapat mengaktifkan transistor. Asalkan outputnya disearahkan dulu dari AC ke DC, agar sambungan PN atau PN junction emitor-basis di dalam transistor tersebut selalu bias maju. Seperti gambar dibawah ini.

Dengan sinyal AC dari mikrofon yand disearahkan terlebih dulu menjadi DC

Mungkin fungsi transistor sudah cukup jelas sekarang, dimana sumber arus DC yang cukup dapat digunakan untuk mengaktifkan transistor, dan disini kita melihat fungsi transistor tidak hanya sebagai saklar(switching) , tapi juga sebagai penguat(amplifier). Dimana sinyal daya yang relatif rendah dapat mengontrol jumlah daya yang relatif besar. Dan perlu untuk dicatat dan diingat bahwa daya yang sebenarnya digunakan untuk menghidupkan lampu adalah daya yang berasal dari baterai yang berada di kanan skema atau sirkuit, bukannya dari daya kecil atau sinyal arus kecil solar cell, termokopel, dan mikrofon yang sedang ajaib berubah menjadi daya yang besar. Namun sebaliknya, sumber-sumber daya kecil itu hanya mengendalikan daya baterai untuk menerangi lampu.

 

sumber : http://trikueni-desain-sistem.blogspot.com/2013/11/Transistor-Sebagai-Saklar.html